Jakarta (ANTARA) - Siapa yang tidak kenal lagu "Garuda di Dadaku"? Tembang bernuansa rock ini dirilis oleh grup musik Netral pada 2009 dalam album "Netral The Story Of".
Lagu bertema nasionalis ini tidak hanya sukses di dapur rekaman, namun diterima secara luas oleh masyarakat Indonesia.
"Garuda di Dadaku" kini telah menjadi anthem olahraga yang dinyanyikan suporter Indonesia di stadion saat mendukung timnas sepak bola, bulu tangkis, atau olahraga lainnya.
Berikut lirik lagu "Garuda di Dadaku" oleh Netral:
Ayo putra bangsaHarumkan negeri iniJadikan kita banggaIndonesia
Tunjukan duniaBahwa ibu pertiwiPantas jadi juaraIndonesia
Jayalah negarakuTanah air tercintaIndonesia rayaJayalah negarakuTanah air tercintaIndonesia raya
Garuda di dadakuGaruda kebanggaankuKu yakin hari ini pasti menangKobarkan semangatmuTunjukkan keinginanmuKu yakin hari ini pasti menang
Garuda di dadakuGaruda kebanggaankuKu yakin hari ini pasti menangKobarkan semangatmuTunjukkan keinginanmuKu yakin hari ini pasti menang
Baca juga: Lirik lagu "Dari Mata Sang Garuda" - Pee Wee Gaskins
Baca juga: Lirik lagu "Jadilah Legenda" - Superman Is Dead
Baca juga: Lirik lagu Chrisye "Negeriku"
Pewarta: Maria OktavianaEditor: Alviansyah Pasaribu Copyright © ANTARA 2024
Euforia Asian Games 2018 kemarin memang masih terngiang di benak masyarakat Indonesia.
Denpasar, NusaBaliTerlebih setelah Indonesia berhasil menduduki posisi 4 besar dibawah negara China, Jepang dan juga Korea Selatan. Bagaimana tidak senang? Ini merupakan capaian diluar target dimana Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo menargetkan Indonesia meraih peringkat 10 besar.
Namun, sungguh “lancang” para atlet Indonesia, mereka berhasil membawa Indonesia pada peringkat 4 pada acara yang sangat bergengsi di Asia tersebut setelah sebelumnya Indonesia hanya menduduki peringkat 17 pada tahun 2014 dalam Asian Games yang diselenggarakan di Korea Selatan. Tentu saja, hal ini tak lepas dari Indonesia sebagai tuan rumah pada tahun ini dimana semangat para atlet tentunya lebih terpompa saat bermain di rumah sendiri. Tak hanya dalam hal prestasi, semarak kemeriahan nya pun sudah terasa saat Opening Ceremony Asian Games (18/8) kemarin. Acara yang diadakan di Gelora Bung Karno (GBK) tempo hari menuai decak kagum tidak hanya dari dalam negeri namun juga mancanegara.Mulai dari adegan Jokowi mengendarai motor gede ketika memasuki Stadion GBK, penampilan para artis dan pertunjukan kebudayaan yang mencerminkan pada Dunia tentang bagaimana Indonesia sesungguhnya. Tidak sampai disana, para atlet pun turut bersumbangsih dalam laga yang bisa dikatakan mempersatukan masyarakat Indonesia ini.
Banyak nya medali yang diraih serta momen dipersatukannya dua tokoh politik, Jokowi dan Prabowo oleh atlet pencak silat Hanifan Yudani. Ketiganya berpelukan dalam balutan bendera Merah Putih setelah Yudani berhasil menyabet medali emas dalam partai final pencak silat. Closing Ceremony (2/9) kemarin pun tak kalah meriah. Meskipun dari skala kemewahan lebih kecil jika dibandingkan dengan Opening Ceremony, hal itu tak jadi masalah karena memang fokus daripada Closing Ceremony ialah bentuk apresiasi kepada para atlet dari setiap negara sekaligus selebrasi atas suksesnya acara Asian Games tahun 2018 ini.
Dari sederetan hal-hal menakjubkan tadi, ada satu hal menarik yang menyita perhatian saya ketika menonton Opening dan Closing Ceremony Asian Games 2018. Tentu nya ini bukan kritik ngawur ngidul seperti yang warganet katakan prihal Stuntman Jokowi maupun lip-sync para artis ketika perform di atas panggung.
Terlepas dari kritikan-kritikan tersebut, saya pribadi merasa bangga dengan apa yang telah Indonesia tunjukan kepada Dunia bahwa Indonesia adalah negara yang besar yang memiliki jutaan potensi baik sumber daya alam maupun sumber daya manusianya. Nah, hal yang menarik perhatian saya ialah lagu Garuda di Dadaku yang dikumandangkan dalam beberapa kesempatan saat Opening dan Closing Ceremony.
Saat Opening ceremony lagu tersebut dikumandangkan setelah parade kebudayaan dan ketika Closing ceremony lagu tersebut tepat di nyanyikan di akhir acara. Dalam acara apapun khususnya dalam acara olahraga, ketika lagu Garuda di Dadaku dinyanyikan saya langsung teringan akan sebuah pernyataan yang jujur saya lupa dimana saya mendengar pernyataan tersebut. Pernyataan nya seperti ini “ketika orang-orang lebih memilih menyanyikan lagu Garuda di Dadaku daripada lagu Garuda Pancasila” Sejak saat itu, kata-kata tersebut terus merasuk dalam diri saya. Benar saja, sejak mendengar pernyataan tersebut, pandangan saya ketika mendengar orang-orang menyanyikan lagu Garuda di Dadaku pun mulai bergeser. Dari yang awalnya senang menyanyikan lagu tersebut sekarang tetap senang hanya saja ada yang mengganjal di pikiran saya. Tanya saya dalam diri“benar juga ya pernyataan itu, kenapa saya tidak pernah mendengar orang-orang menyanyikan lagu Garuda Pancasila saat ada acara olahraga? Mengapa para supporter lebih sering menyanyikan lagu Garuda di Dadaku?? Padahal kan sama-sama berisi kata Garuda”Pertanyaan-pertanyaan tersebut terus menggerogoti otak saya hingga tiba saatnya Indonesia dihadapkan pada sebuah event olahraga Internasional yakni Asian Games itu sendiri. Ini mungkin merupakan momentum dimana saya bisa mencurahkan apa yang selama ini saya resahkan. Dan beruntung nya, keresahan saya benar-benar terjadi pada Asian Games 2018 ini.
Lagu Garuda di Dadaku yang dinyanyikan oleh grup band Netral ini awalnya memang dibuat untuk mengisi soundtrack film dengan judul yang sama. Bak gayung bersambut, lagu mereka pun menjadi salah satu lagu tentang nasionalisme paling fenomenal di Indonesia. Lagu Garuda di Dadaku telah mampu merangkul segenap masyarakat Indonesia untuk larut dalam sebuah rasa persatuan dan kebersamaan. Tak hanya lagu Garuda di dadaku, beberapa lagu bertema nasionalisme pun turut mengambil andil seperti Bendera (Cokelat), Kebyar-kebyar (Gombloh), Merah Putih (Tyas D) dan lain-lain. Lagu-lagu tersebut telah bermetamorfosis menjadi lagu wajib (baca: lagu nasional).
Mengapa saya menggunakan kata metamorphosis? Tentu kita mengetahui bahwa metamorphosis adalah proses perubahan dari ulat menjadi kupu-kupu pada serangga kupu-kupu. Proses ini tentunya mengubah hal yang biasa saja menjadi hal yang sangat indah terlebih sangat istimewa. Terlahir sebagai lagu biasa yang hanya ditujukan untuk merekatkan masyarakat bangsa Indonesia, kini lagu-lagu tersebut sudah bermetamorfosis menjadi lagu kebangsaan yang seolah-olah wajib dikumandangkan saat acara-acara khususnya yang bersifat olahraga di kancah Internasional. Lalu ketika lagu-lagu pop khususnya lagu Garuda di Dadaku bermetamorfosis menjadi lagu kebangsaan, lantas lagu kebangsaan seperti Garuda Pancasila berubah menjadi apa? Kalau kita lihat dari segi syair lagu, kedua nya sama-sama memiliki syair yang berisi dukungan. Seperti misal pada lagu Garuda di dadaku terdapat lirik“…Kobarkan semangatmu, tunjukan sprotivitasmu, ku yakin hari ini pasti menang…”Dan pada lagu Garuda Pancasila terdapat lirik“…Patriot Proklamasi sedia berkorban untukmu…… ayo maju, maju Ayo maju….”Dari kedua lagu yang sama-sama berjudul GARUDA tersebut, kita bisa simak bersama bahwa secara garis besar kedua lagu tersebut mengisyaratkan dukungan, harapan kepada para patriot bangsa ini. Jikalau sudah begitu, mengapa kedua nya tidak dinyanyikan saja oleh para supporter saat mendukung para pahlawan (baca: atlet) kita saat berlaga? Apakah kepopuleran lagu Garuda di Dadaku telah menggeser posisi Garuda Pancasila? Saya tidak mempermasaahkan atau menyalahkan masyarakat yang menyanyikan lagu Garuda di Dadaku. Hanya saja bukankah hal ini pantas untuk kita renungkan secara seksama? Saya pun sempat berfikir, apakah lagu yang dinyanyikan band Netral tersebut sudah dirubah statusnya menjadi lagu Nasional? Faktanya dilansir dari Sport.detik.com, lagu tersebut sempat diajukan untuk diubah statusnya menjadi lagu kebangsaan melalui pemerintah (baca: Kemenpora) namun hingga saat ini, gubrisan tersebut tiada hasilnya.
“Biarin sajalah” ungkap Netral selaku band yang membawakan lagu tersebut. Hal yang dapat saya simpulkan adalah bahwa sebelumnya pernah ada usaha untuk meng-nasional kan lagu Garuda di Dadaku karena dirasa sudah bermetamorfosis. Apakah pemerintah yang dalam hal ini Kemenpora memiliki aturan terkait syarat sebuah lagu bias menjadi lagu Nasional? hal itupun belum diketahui sampai sekarang. Sebelum kita menuju pada sebuah titik terang dimana pertanyaan saya ini menemukan jawabannya, adakah dari pembaca sekalian yang mau membantu saya untuk menjawab bagaimanakah seharusnya lagu-lagu kebangsaan, wajib atau nasional ini agar tetap eksis di hati masyarakat khususnya kawula muda saat event-event besar keolahragaan maupun event yang bersifat mengharumkan nama bangsa berlangsung? Secara pribadi menurut saya, lagu-lagu wajib nasional seolah punah dikarenakan kita sudah jarang menggunakan (baca: menyanyikan) mereka lagi pada event-event dimana semestinya mereka dikumandangkan. *
*. Tulisan dalam kategori OPINI adalah tulisan warga Net. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.
%PDF-1.7
%âãÏÓ
1 0 obj
<>
>>
endobj
2 0 obj
<>
endobj
3 0 obj
<>
/Font <>
/XObject <>
/ProcSet [/PDF /Text /ImageB /ImageC /ImageI]
>>
/Parent 2 0 R
/MediaBox [0 0 612 792]
/Contents 2056 0 R
/StructParents 0
/Group <>
/Tabs /S
>>
endobj
4 0 obj
<>
stream
xœ•WKsâ8¾SÅĞÑ> èeI�JQeB&å!a²�©9d÷àMXÂ$À,�Ãüûé–aƒŒåx+å KVëëî¯Ûäâ�\^^Ü]åCÂú}2^‘Á´Û¹øÌ W”)2ı§Ûá„Á'’iÊb˜¡V– w31d¾ív™»7{x»év#ÿE¦_º�kĞH®ï®99�Ÿw<€K�šµåÔ
wÀct«èúşeğŒÆ‡>8&·ùCÜK¢<îÉhDn³ØD7ßpáäìòF¢îF\ÓÔx^26�ıêæZ8Lù›£4ì´ax0”c]ZèFÙÉÒ¨½Êj왪•Ê¤4õ77»GÔ¸'å4Uà�DSiJşŒ&»ıó"Lf˘'Ñoº†{½Á³Æ—9Ü,¹�9/‡›Ø–ƒ×˜[X(æèÇ};,„–”¥�%u~ûOÜ0ÊMU\dı~”ê÷$ü& <Ş�7Í$NÁs…c·$L_�H¸ÕãøºÏíe©w¶
¥TR%}d«H¼ËBÌr_vT!ı…÷FˆuЯ�Cº”‘.,NuaZÍv›"–à@ÔØ›ğ„jQ‰†8$,À6|Á³ø“5ñwà-9eº�U¥4QÇgøLµJŠ$lTbMÚèĞ5:¸_§$Ñœšƒ�¯ûøâ%ÜRŽM�›ºƒ•¡tHKÍÑú1D�‰ “1�Bùd©”ş¶P˜k>ﲤÇ(“àÀ§ÇèSp[šPæYÓ¸#{~A¢Xì~$ƒ}Fœd¼wD³AÊy) (òà/™†m?ÃÍ6à)`å·ü.—pp�J×»ìÿ‚ëd[ —N¸†R¡ R@¤
¦�¡‘†ÑP©@bj¡„û½†¬&¦°)ވ•Š£UW+6‹ŸÛE�EBÓÔßÖlGmbe‚(Åir�áyôÇşµX‘í,N¢¿Â9Î.ȶxC¶|!۸Ǚ£ÜİŞ½àc�3 Œj¢Ù¯vx“ı+YΖ?1Á7qOGë·ÙK�¥¥¡iâ[Ô|¯ºê-$£”qñøóì�¹Rİ;‹
™èR~+ä�Âõ'½ú „·¥³�ŒÖË=N®¯Åvr4<õl6»�ô¥uÍV-ªîò8´$ •æ�P„Ë‘ûM(«€$¸ôw¹kœs´$ôpÙÉ#^ÂÃçöà¥Ğ¿'§}tÓºz$ £°Yh,)‡ö`½rQ»Â²�D~�«Õ^vªó²)©1ş ƒF…u¥Gr�-œ§e³.�Ÿ “Ší€„ÆA›7ª®cg©-M*ª›o|dµ»ğÛR‘RPY9Ô: ¨$OøÉ“/‹ùz™ášüQ×8ÀmJJ$)TÈ[uB‚7w1®5$�EÚ*æ�ã
·òeÇ“)b�O1T¿MC©À8¶ĞŞÎ`1bêLv’v¼j}ZÒı8ŸÏPü�=*=“Æ@ÎÙ¸æë«Òä´;¨®*ò�°‹›ï¤ÚÏد}pߺÓÜò:úŒà"�¾ç®¾à0X* NV1d’œŠŠ›ò,îÙhLn�ßò릺_N•ãsȵU ª-P,g)f©åK6Âã3ü��â—e¬øHĞÜßİlC]‰©ÂcäÑQ‹`¡#Ëzä[tq&Ë«æı�°„J
endstream
endobj
5 0 obj
<>
endobj
6 0 obj
<>
endobj
7 0 obj
<>
endobj
8 0 obj
<>
endobj
9 0 obj
<>
endobj
10 0 obj
[11 0 R]
endobj
11 0 obj
<>
endobj
12 0 obj
<>
endobj
13 0 obj
<>
endobj
14 0 obj
<>
endobj
15 0 obj
<>
endobj
16 0 obj
<>
endobj
17 0 obj
<>
endobj
18 0 obj
<>
stream
xœí\s³:Î6&˜bH¸%\Í5ÜšËIšşÿŸöɆ$´={v§Û÷ël&šiCcô Y–dBOzÒ“�ô¤'=éIOzÒÿI2“~›‡ÿ¢¡$3ğ>N’ño³ó§ÉÚV8Ğ<†ô×’!¿ım~ş0¥¥Ç*/Ë]DŞv½•¬›ßæèϾÈIy:çk—l"g·zg»UğÛlı1jşR—%‰œ‘
E4VQÑ…ç[ÕosöGÈ:iF™¢ıRBêÆB¬@H-}´ÍZ-ùmŞ~�\œ¯Ar¤Ø)ºDĞØ3díº¾~83�îÀªÌ6—f²‰v!#0.ßc®şÛş(ÉË…QËä¥AÕÅğªùëğÙ¨$ØèP˜Îo³ø£ä;u v®I{> ^Ó`ï Ãç¦ErK~ÎÓßæñ'©ÊÉ1AÁÅö%&€·hrhîv)j϶BÊí.şm�H›*,´¬‹t¤¨ĞR‡>|†ÑùÒ`egZ'ù·Ùü1*ÎgŸx5ÁoW4HY#ğ©}ì#Ö§è˜>L QkgŠKÜeXxäμtÃo86±R®uTÚY•”÷c¢ı¦¸i¬ê¤Áv<†©°a=~srå—üa²�Ì PâíÔkK°¦îé†NÊı� òä�_aïÇ)íÕİ<�æ*_ìín�·&òOlÿn¥[�¤MhOZš#˜¢l‰)ë¦(ÙçJıx±±+QSlïÊÊVàJ"‰a|X�J¶Tû� ĞJ§õˆÔ+ÿÚÀ� Y5°í�ít#Âದ¤Î�ßbòI]×e¡�຺ê%Àu�ÀJ(ÚÔƒ Sò¾@~9¼oA\n¦Ù=\¢C° Ê(‡%Wí
”ÔçÓ#$w”¼ò˦} e{am;0×{9W€
Ò×�¹}„ì.2dœö£€³7Ä<·me´±ıt3PfWÄê»û[Lş$™g�ŞèHú'0[™�ª¾¹ÄD¨ÄYG©óer÷«0ıRE*2ÅÆğ›\™»_ãñGɸíàZ)û ,ÖÙ®ò‹½ß1Ğb�ÅâÄ%›=H�²YªƒP\5×ÁÑ µ¡yŞuËh“]×Ïê?�ò?C4/
D)€X¿ã�’y®N"¨iHµ}0«§yˆé‹è–…XK†C“7Ô|ÙM¶4ÉQqARPp¡»}ø VÀš$Ì7d¦dÍuØ’¢|“«¹‹¢Ó¾Ëûb÷î3Ù¦¤ØèÔ¨‹v£øN†±ŠßƒôrÎÌBIû‹„°¾O‚úQ2X4ßmÓ
$š0ö�tâKšJÛ•QG>3lêï'#Ûéh‹Ô5·XUœn7eBŞ÷…iu)ÎÛlÃÃ\qÚÜãÈ€¥ç`Ú…Ú¶3Ö4`œœè׸ûy¢çÀƒW5+Õ£iúšJâXˆZÁÂ¥2Mîbà°Šğwüi’Jğ¬r÷Öá±ı†ß•yğ(¶ùJú©-�Xr¹â*iÛ¦®*wqLU§óûqȺ”�i± ‹,´íËé R�×ıy�¯TÙ&l«h†¸ £–'-Á½~(Su'I?\Zš·®‹ ¼<ÚÔıHÑTš4*Ç«ú{R#Ê}Ò“�ô¤'=éI?B’´Ù¶�ÈZ-}³â@ `$8İä®#NÛë˜ßäËÃhöÃÛkJWö@Λؚßx^ÿݤ‹ûæôÇcÊ9JÒyZßûÿö¤EUî,^W‹ùÜ;uƧpÍ—ÙXWÌ=�%—8
O•à!¿&Zğğãá
¿ãI.�½•û¤^yüH’e麀Št?’¥[!†›‰3÷ò–ğı Ïú‰KòKËÒ�¾�W›‰:N©ğ<^ND
;ÃXÔ›D¢¾H©yK�eÄ´UòO›r\†Q4÷ÛoÏ4¾·€Ôn~À£N´ã[¸`#`7´ÃÛ—„™î0gv¼ï»\@M,qÉ°�bàÃßMu�xqáDiΫE¹äÅÙ®×sX²‘¯�3ÃùªôÔ\¯¼BLÎğµ/‚{l0â¥õ¼$Ÿu/ctü]ÿk=¢"A¸šyãcĬçÛûmKÖšWÜÁø��hzpé”eÎÂ‹í¸®óYşM¸W¼¶¶÷*±ºÒ†¢c1´Éáü Ö|ĞW{QZâç•ó!¡l¿p¼¤^87‰ÚıÕ3íö¤Š¼ò<ͺB\™·NR6Ó¶“ªÃtÅĞ�Ûe9+]>E¤í·k‹^)~=݃֓vx{O+ù§Z¾$ïìŠ×7ak}IÈ×]¯JzkšâÕ��¶¾jƒ´ ¼§QÜîâ~mÚ{«iø,Qé�W^.ÊÁbçßÎ^[“§âÙ‚sÉæ�7çÃû+ÁçD¾>’³ÅçZ�/#o«n²¢MğâlÖi7`Òª«=Q�>Ê·‚ñujê�Ö|ÀËè—>ÿ1^µrºìV«=>nú¯—Š^ }Òg{‘^©í™wéfñ”“ Şäı”x·i'½f.LÔ¡XiŠw3Óö_™ùNñ*ìû "Só@o»iS¢ÍÎğÿÔYëÙFî4!–;޵uYu_\Àø‡Š… ŞàµÂñl5Ş
é5DşÜRû€w§Í_™œàå$§ïû!¯·ØLl„ºÓz^£Ğ¢pvd¯»zÃ;;?Ø”;^É›îáŞq��µ£"Ö/ì^ŒÏ{åwÒŸà}ó÷lßï¨Ï3Ǫ(ëÿ¼Z—�ñˆï©lÏV„t/2{@Öë°-ÇëiŞ)ø²âúìy“’Á;^óVLsœ/6<�W/ùó¿—¯BÉùÎúr½^—Ş·§¯°W8ÔÀxÜWÒêeÅ|L>yÉIô2èèdşÚGíø¥ÔFØ«òÅ{¹Kø®Ï;‡»— Ñê�)±æåôŞx¦å·³ß·y×m£)Ş2¥.eÿ•>Ãz„OÛİØL�‹¢å®Ù¢OkÇÿŒ×ªVš÷yIëİ‚„‹«ìox“y¬Ÿw޸´xÙδXšâ
VŞâ:U\�V«¥ûuş–ÿ%^ğ•`ï®ZângoNÇm`¾Çq4fÖ£ª×^?UÛş©5oªŸğÆZWÅ;Í3'x=j«,™àU˘„ËóÉ>c{çüæO‚•¾.1\ÏF_¨î�¿Á‹GóšËÂèO’xå½,åxg´oé|˼ˆ½—X»ãÅ‘&æôHíbÁïê—õWıvØt�¸ñж#`8}İfåÍ“+Ş©…{�”t2T¦x››ÌÀ‚ ½f㩘tï�©àvŞ·ŞOşõ¾ûdÀ/¸0‡�a8ó8ù¡½v}Î1™¿˜#^ÁƒşÓ=ì+^¤Æ/£½ñºÛÕuN‚O^¼£|A±@—&x9¿ÌnQx0àM¼Òrñ>È•?»÷
’˜Y¯§@l£H›�-?LoôüdûuX(+æ«šùÛ¼†ñ^m¿ø+¼–¿šf¹Xu¦ğ|”pö2Ïõë…×øj ñ0:ª0ŒFÊì¹s9–âÕbŠñwïõBDVtŞ„Q„eŞ.7§…· 9åηğÊÅ2̲l¹\K—årióC©1®ñÃaäÔ†�¡]6œÆB)«xY�!]ò‘Âe&î\Æq�Eç>Î:Ø©eqyºËšâª€�úêK“8ş”
I‚,/{˜ÈÛÚ€;ë‹¡í¨6¯>ŸÏumo–†”ÁhwdhÈlܽ‰ñËò=Ï!'HĞıÚQièÌ’eş«*ïßníp�¸Ğíã5§$š$‰KU<¹´:¥Ç)mzÒ“�ô¤'= ü»6øZ®Tq-¢FÔ€sÁŠH„
zX×Õè‹´v·°ŠÊQcLÊçè"Ü•N5ŒÁ]‰šæÂke£‰xTĞ4ĞnÆu$£ 1ÆÌâݤ¢1ˆE‘Qğ„B
̾P‡ßß�ùGÒ£uL�åï¢Öؾ¹xá5rnÍ“.Òád´QéˆBXˆÄ[ã¸ön�{V¾8E[m{¸VîÅñ˜çÕ˵ÑÇà+åÂSµæ±‚Œ²ŠÀaO^ >�ŠÁCl½L†ñœC~V�yŠ¢RGä-ló¿ÉòüuKÀê£DyiMPê Ù�
L¹»(×��”:çÍî;@%ùæz>n†Tg°p±–Q28ØrBh’BÛğ”{ñ�ñ*Ÿ³” }.vWxµ8Éc¤ê’H– .AÿP…ŞæİìnoÏ”B‡À#È?޲<󃢚‹Ñ;^Ú]è±–¥¬¼eõ”³�üŞGRvR¯xû1…ä@´Œ‹mßñGJ×&ŞEŒ'ÙCŠ›ñXüù�éb
=�I3Ì#òf[S÷Uc:U5”9³I¹¼çëù�7$4ä¸WqV¦ 8¹Ş³³�>à�ægrÇÛ°¿ ¿ºx;šêî©wÉ›÷çJãÍã+CÖñrk`Ç-�iÖ=�Pu`^
ç¸.¼´ë§x/ÇÁ°ğ¾8ÓŞË1o קÍiıQ¾Øğ4÷†·€`÷¬*o~Üy.!è…r%Û×;??Mié$ôTßñŞõ¹SÒRCa?`§Ûíoó2L4 äòU”jP ù"º+¡í�á çy�WÊ2Œ¢YîG}öÅ^œŞ¿óKÒzö‡^
¦Ø_T¨s,ñ‚6&ìn /Ó†ÛÌçkõ:nzöÑtşú«!Ç#çµxÕë&·|�%¼&¸è^˜’<æŒút”oJH2VYÎn󗇢¦Æø‡Ú/ÿÌ£iü^ı¯Z˜š‹�ôÁ>G€—t!Tó,x9äy‡òUÄÄÛ-î”|
¼#Égnİ«‹ÌW‘á�^ ˆ˜h:BG¡Ï<©�/¯½ÀCE0Rzqàü‡ğjÚ¼ÃøÁÑi’¤ñ0
^îSd+ÃDòJ.bıÕO�Iݘç²üÒó}{Ìût«ŠÒŠïf“¸¿e]è¶ôı-È^]¾èVyXƒ{Ÿl:Œ$s¡¹Šá{U~YúlKIiªÅ–¢]FRïGY¾¯-~`õvÛ5àÛ,C΂½ä)Rty—
&)É฀F)X.ëº= AóRl¨ÚËÃuAj¡‹-Ù \Bdã¼A_àìF‚¾ÂÃ
Ø´Š�—Ér‘ïy6©…?f¸~�0¡×¤²BùƒX–x.†ˆ™¨Ò{旌ǼüD¹o A<6ßß 33�64KC?~2O�}‡’‘îf¤aÀgEõ“�ô¤G&©{í˜HÁ¸ -©ä߆²ªªÿ°ÔcıÓs�òíé9mÿy ©&¿OyQ«ÿ ºÇ˜¨’"2ïQ±J¤ÏX."ff2Æjö!ÑüÖ&
ŠØä!"9˜ğÉö׊ô|�e
‹ıÛ,¡Óç½Õ,¾İ8iù÷åUjp_ôd_9„4İWQ#¥‰©õi�´â+º\¸(‡ÃËiQBB‘^u•¦"¸U;_jlœNX—Ì ^ó/İ^AäÒ¿Z%Ğ4İUÎÓûQLêrŠ¿�ÿó†·)ŠBŒ�‰œWh!3–h0-¢q�7§4ˆ,áèáĞ”,Åî‹Ğ÷–Pµ{¾`‹(õ…oÒğw°¡š(¼±dŸ êJˆ&blÕgÃĞaxwÉ%QRp¶× F®¥"’ȉâºjŠ•DHuˆr€WudY‚?ã‚,5áÇ–›ñ7ûü*rªpYò§…¸àÒ.*
ÀÙ/)ê*”â½lºo^Xoóm]´L峟®Åph"ÿ¬¨$»à
Câ’Ü—6:?Îq’«ˆmiÕ.Acn]LÜR1!�ÊÄÄ)¯rÄŞ7à59_É ô9p;äüĞN½\Ü6ğ;S¡g¢(‘xçĞ[:âÕ-»áïåáxéş6ƒÉ.ó÷"Ê‚dxMx‹,W(u>r¼ğ;à=Œx”8*€‡>Ê–à0åó�u†ùx7rÔň‘§-y“òãäŞt/ó÷É9Ao.àMw§´Ş
…®°+Ş ¼–Ãñ&µŒXè®=+›Beœæ=«¬ªrΖ(!ôYw¤QŸéşfXpaHE†aš‚̃ÕFŠMt0R¦H])şùyBL[¹„¨°y©Í[¥Ú*vc1õâ¾'RÍÔ]�4eg¹¢çr©6Ù3´çšæ®™1û¾’ÖD±}ÜTè�§,@Ù�.-³ �Ëv
Y¶êNÏÎ$NM‘·Ë6œ¯v‰ã‡†²ñ‘İvwKYNå”%Ħ;²iÚ7nÇár¨XJŠÇ;––ªÎ
JÎw�uŠ.RéA¥<êF•1µj–%ˆ^˜ŞX’ƒˆEDºğw<%Q´z›IË\èM+Ó�Ò´òpnÛF®ß´MÁlåıáKépœF)-LsÚ0 ¥`"›z©‘Y¥¨ª¬ …qP¤û‹\P€*¢À`k2!bÒ¶:J!�t¤7�’´êG>1˜Ø`
’¢Š¦MUµˆF `öu9}’«¯¾Œ=ÄÛâş�ܯ5Áì±Şÿ‰’/xçõÒOzÒ“�ô¤'=éIOzÒ“�ô¤ïĞÿªŞÚ
endstream
endobj
19 0 obj
<>
stream
ÿÿÿ÷ùûûüıõ÷ú A„ğôøéîôíñö A… D‡âèğÄÑá’¥Á 7 >‚³ÀÔÓŞêt�¶+W�İåîvŒ± :�G‡ÏØ䪹Ï|•¸�²Ìl‰°¿ÌİØàêÇÓ⃘¹Rv¥�¢À7a—Aj� ´Íh„¬š«Æ°ÁÖW|ªc‡±MoŸQ� 4BlŸSz¨y—»#R� ,|5\“Z�5g�‚ŸÀGhš
endstream
endobj
20 0 obj
<>
/Font <>
/XObject 2057 0 R
/ProcSet [/PDF /Text /ImageB /ImageC /ImageI]
>>
/Parent 2 0 R
/MediaBox [0 0 612 792]
/Contents 2059 0 R
/StructParents 1
/Group <>
/Tabs /S
>>
endobj
21 0 obj
<>
stream
xœ�}Û®e·å»ÿÃ~¬ÚËSw©(Ç�»âÄ ì:h4’~¨n»�ËIÄö9Èß·ÈAiΪµ³r`xïÒØ”DIER—ùôñoŸ~ö³�ıóן=ÿêí_¿zñÇo_~òÉÓ§ŸıüéÓ7~ğñ/ÂSÈ·#?½ù~��ù_xŠ5ßJzj!<½ùË$úâ›öôı~p<}¯©n©/>üàw/~û2¿øü«ùã‹Ï¿yõ²¼ø¯æ¿¿zù¿ŸŞüòÃ>ŸuH=^rªáÖ
Kşİ‹§�ğéó_ÿüéiã9Ü繜îõvÔüTGº�üHÉñ_è��Æ-ÍÂk¿õj…k£=Hc¿üÊşñ\Ëcš-oçR�îÒ–Ûδ¿zıò£ôâkù¡ÿúò^ŞVe쫧ïÖ#�øâßî�_ù(ÍßñÕü?’ç?SÁ¯®¿bïüɵ’÷
Uñ–ş {‹¶Üú‰¡§�fw”:�Şüßß½øìõ�|9„[>ç;4ǽŠòä³^Fş3“ÿıå½Ïs8�ø_éğÜƼÓß�õc�ªôûµ¾3ŸÒ33õ–û{'k9n£?Rxş&ë˜sµÏÂÓìsçü÷/¾ùñ§oÿx§‡Cª·pÎpo$Eäz¦ı滿¼ñÅeNşm�ä¿û?¾Ÿÿßs´[°Òx„[gÚ_½¨ñï/;şñ绪$ŞBz°¦©vòµ¦·Rú÷òã§{Ùjı§�y¿ˆÆ&î”ó¢2tB)óÿ>“í“ñ3EÒSå<ÚË)¶[:Ѫ68jÌ:¹ïŠOš2q´SÆçÕAÊsD.½,j@;úÛ·ÌĞïvwês^�ÿJw‹vìé=İı˜j·ñ`gæ#İÒ…Å/µeÿÇË�¤©wòå¹Fş“¦-Úr‹íLûéœogWşõÛ»Ú´=:×ó\Eî´²Î÷ãßß¾Lsš¿?[ ıÖòcU”¯Üüşå]Ú*TwË}Gi–Õv
íVã#%×÷–|-î8Ähz ¸öHq¥§[xh±èWËmëà÷¯9×ò¦û`yï_e®åÕCÖ‰GÊ»§Ó}Es’€í#¥¿_
¾O¼æÔËŒq«Îøï_¼ã¼¿«@B‘HÆ)ßgß½¬/ŞşÇüã�¬ÉLç+é-¬ñ!/;LÛ¬?ä Ç÷/¥×òz~p{'İ[N�™ï¡ö é9?ô¼uT¦ÜêÏè%¿şê›7bA¾~#‚òooîM™©)ê%ëİé5Û”Ú™öӗů¿‘ğÀWó×}1ü±J "N´Ÿ½z�ÙñêQ»ÇJïE´É¥§~!‘õß|ıò£¡sëÕ›×_J§½ºkg™RU˜¦'–/}öåÿ|-½vog-ωÓì
%PDF-1.5 %µµµµ 1 0 obj <>>> endobj 2 0 obj <> endobj 3 0 obj <>/ExtGState<>/ProcSet[/PDF/Text/ImageB/ImageC/ImageI] >>/MediaBox[ 0 0 612 792] /Contents 4 0 R/Group<>/Tabs/S/StructParents 0>> endobj 4 0 obj <> stream xœ�Ûnã¸õ=@þA�2�(âM‹��Íd2Øv·˜îÌ[·rÄŠlÙµ$l÷ïËsHʤn6Š�ÍDäá¹ñÜ9ÁÓ·àÓ§§_?ÿüÄëuðüò9xþq÷ôJBƒo÷w$ˆÕê“ÐHdAËHmÌ×ïiðÞÜßÅÁ;~eæëëýÝ?Ã`õ¯àÇ_ïï¾(lÁ—_?�CŠ8¤ø“LDñ_ÁA=vi@xs�ã”F1åA"dÄ2ƒò·‹fõÈÃî°",,\;”FÒ?û—YÐ9waYgâK©™e4ʃä0«Ø¤a¾zT?«ÉÂZýÎBüQûrõ(Âó*KX@€`ŸÃâ»:Ü ¥{zeŠ¢ŒD‰ðhŠãg¶žÒ2eY”2Ÿñ¯+©9
HAI-ONLINE.COM - Di pertandingan sepak bola timnas Indonesia (dan bahkan olahraga lainnya) Garuda di Dadaku sering diputar atau dinyanyikan para suporter. Lagu milik NTRL ini, memang lekat banget dengan olahraga, udah jadi anthem "We Are The Champions" dari Queen kalo di luar sana.
Garuda Di Dadaku, lagu jadi theme song film berjudul sama dengan garapan Ifa Ifansyah. Lagu itu juga berkumandang di berbagai media. Televisi, radio, dunia maya, toko musik, hingga penjual CD emperan jalan.
Sebuah lagu yang sederhana, namun mempunyai makna yang kuat untuk memberikan semangat.
Lagu itu memang mempunyai semangat yang cocok dengan momen olahraga. Seketika lagu itu menyebar, bahkan lebih luas dari pertama kali keluar berbarengan dengan filmnya.
Bagus (vokal, bass), Coki (gitar), dan Eno (drum) pun nggak menyangka akan se-booming itu!
“Jujur. Gue sih, merinding pas tahu. Banyak lagu lain tapi satu GBK nyanyiin lagu NTRL. Gokil!” ujar Coki, sembari mengingat.
Efeknya pun positif buat NTRL. Beragam undangan acara berbasis olahraga datang ke Bagus cs. yang meminta mereka mengumandangkan lagu Garuda Di Dadaku secara langsung.
Bahkan, dalam satu hari NTRL bisa manggung empat kali. Penjualan RBT pun meningkat secara signifikan. Lebih lagi, demi fokus lagi ke lagu itu, NTRL rela untuk menunda jadwal album baru mereka sampai satu tahun. Luar biasa!
Lewat lagu Garuda Di Dadaku, NTRL sukses menyelesaikan misinya untuk membuat sebuah anthem olahraga. Niat itu berawal di tahun 2008 ketika trio personel NTRL menerima sebuah tawaran untuk ikutan mengisi soundtrack di film Garuda Di Dadaku.
Guide-nya buat NTRL hanya satu, membuat lagu untuk film berlatar sepak bola ini dengan nuansa anthem.
“Pertama agak bingung juga karena belum pernah bikin lagu pesanan apalagi tentang olahraga. Tapi, ya, dicoba aja,” ujar sang pentolan, Bagus.
Baca Juga: Ronald Surapradja Bandingin Lirik NTRL sama KLA Project, Bagus: Emang Gue Katon BAGUSkara!
Remaja Lebih Suka Garuda di Dadaku dari Garuda Pancasila
Senin, 8 Agustus 2016 - 06:01 WIB
VIVA.co.id - Kalangan muda Indonesia masa kini, dianggap mulai mengacuhkan lambang-lambang negara. Salah satu indikatornya, ialah berpalingnya muda-mudi dari lagu kebangsaan seperti Garuda Pancasila. Mereka lebih senang menyanyikan lagu Garuda di Dadaku karya grup band Netral.
Tergeruskah nasionalisme bangsa?
Pertanyaan itu muncul dalam diskusi tentang nasionalisme yang diselenggarakan Ikatan Alumni Resimen Mahasiswa Indonesia (IARMI) Jawa Timur di kampus Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Surabaya (Stiesa) pada Minggu malam, 7 Agustus 2016.
Pengelola Sekolah Kebangsaan Tjokroaminoto, Joko Susanto menilai, generasi masa kini memiliki alamnya sendiri yang berbeda dengan generasi terdahulu. Revolusi informasi berpengaruh besar pada pola pikir dan tindak muda-muda Indonesia.
Kendati begitu, kata pengajar di Universitas Airlangga (Unair) Surabaya itu, bukan berarti nasionalisme di jiwa remaja Indonesia tidak ada. "Betul mereka jarang menyanyikan lagu Garuda Pancasila, tetapi mata mereka juga terlihat berkaca-kaca ketika menyanyikan lagu Garuda di Dadaku," ujar Joko.
Menurutnya, diperlukan pendekatan berbeda untuk menghunjamkan ruh kebangsaan kepada remaja masa kini. Tidak lagi, dengan cara seperti di era Orde Lama dan Orde Baru.
"Bukan saya tidak sepakat dengan program bela negara secara militer, tetapi mereka harus didekati dengan cara kreatif, yang membuka ruang bagi mereka mengekspresikan kecintaannya pada negara ini," kata Joko.
Wakil Asisten Teritorial Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) Brigadir Jenderal TNI Gatot Triswanto, kembali mengingatkan kepada semua kalangan masyarakat tentang hal yang disampaikan Panglima TNI Gatot Nurmantyo soal perang non-militeristik, yakni proxy war.
Perang jenis baru itu, katanya, lebih berbahaya daripada perang konvensional, yakni dengan merusak generasi bangsa, sehingga pada saatnya akan terjadi keterputusan generasi, atau lost generations. Mental dan kualitas generasi dirusak dengan narkotik dan asupan informasi yang jauh dari jati diri bangsa.
Karena itu, Gatot menegaskan bahwa perlu pengawalan nilai-nilai kebangsaan kepada siswa dan mahasiswa. “Misalnya, saat mereka mengikuti masa pengenalan sekolah, atau kampus. TNI sendiri sifatnya hanya mendampingi," katanya. (asp)
Kendati begitu, kata pengajar di Universitas Airlangga (Unair) Surabaya itu, bukan berarti nasionalisme di jiwa remaja Indonesia tidak ada. "Betul mereka jarang menyanyikan lagu Garuda Pancasila, tetapi mata mereka juga terlihat berkaca-kaca ketika menyanyikan lagu Garuda di Dadaku," ujar Joko.